Sabtu, 28 Maret 2020

Nasehat ulama tentang akhir zaman


Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah
nasehat ulama tentang akhir zaman
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxBth4kNHomdXBsXczNtADNJVxqKs11IJZmirslf0XCvdqukGYSEmaN1meSUWhLuambpNt4SeOqbj8DJ-ofNfPcg8KgKTJLecTj4NeFaeRELYTprSMOwNrXdR4m4u_qbv9vxif1o5fQxWZ/s320/nasehat+ulama+tentang+akhir+zaman.jpg
Soal:

Bagaimana kita mengkompromikan antara keyakinan bahwa Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup para nabi dan Nabi Isa yang akan muncul di akhir zaman?

Jawab:
Isa ‘alaihis salam tidak datang membawa syari’at baru (di akhir zaman). Isa telah diutus sebelum Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika datang, Isa cuma jadi penyempurna risalah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu dengan izin Rasul kita sendiri dan persetujuannya. Karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa Isa tidaklah menerima ajaran kecuali Islam, ia akan menghapus jizyah, membunuh babi, menghancurkan salib, dan semua itu termasuk syari’at Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Tanya Jawab dengan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam kitab Syarh ‘Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah, terbitan Maktabah Ash Shofaa, hal. 28]

* Syaikh Muhammad Sholih Al ‘Utsaimin adalah ulama besar Kerajaan Saudi Arabia di masa silam. Beliau berasal dari ‘Unaizah, Qasim. Beliau terkenal sebagai seorang yang fakih. Beliau meninggal dunia tahun 1421 H.
** Hadits yang menerangkan hal di atas:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh semakin dekat Isa bin Maryam akan turun sebagai hakim yang adil, ia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus jizyah dan harta semakin banyak dan semakin berkah sampai seseorang tidak ada yang menerima harta itu lagi (sebagai sedekah, pen)” (HR. Bukhari no. 2222 dan Muslim no. 155).


@
Pesantren Darush Sholihin, Panggang-GK, Senin, 29 Rabi’ul Akhir 1434 H
Penerjemah:
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel
Muslim.Or.Id

http://viosixwey.blogspot.co.id/2015/11/nasehat-ulama-tentang-akhir-zaman.html

Rabu, 01 Agustus 2018

KERENDAHAN HATI RASULULLAH


KERENDAHAN HATI RASULULLAH

Kisra –sebutan untuk raja-raja Persia- memiliki kebiasaan yang unik ketika bertemu dengan rakyat bahkan pejabatnya. Ia membuat jarak, jarak yang menegaskan bahwa akulah penguasa dan selainku adalah orang biasa. Jarak yang menunjukkan ia adalah aku adalah tuan sedangkan kalian adalah hamba atau bawahan. Bahkan Kisra menjadikan dirinya Tuhan.
Barisan pertama, orang-orang terdekat Kisra adalah para dukun dan penyihir kerajaan, juga para amir dan mentri-mentri. Ketika mereka bertemu dengan sang raja, mereka wajib berdiri dengan jarak minimal 5 meter dari Kisra Persia itu. Kemudian barulah orang-orang setelah mereka yang jaraknya tidak kurang dari 10 meter.
Orang-orang Persia menyumpal mulut mereka dengan kain putih ketika memasuki aula sang Kisra. Agar keagungan ruang kerajaan tidak tercemar dengan nafas-nafas mereka.
Utusan Penguasa Alam Semesta Yang Rendah Hati
Sementara di tengah-tengah Jazirah Arabia, ada seorang laki-laki yang jauh menitik ketinggian kemuliaannya dibanding Raja Persia ini, menyambut manusia dengan kerendahan hatinya. Dialah Rasulullah Muhammad .
Rasulullah menemui masyarakat umum, menyalami tangan-tangan mereka. Beliau tidak melepaskan jabatnya hingga orang-orang lebih dulu mengurai tangan mereka. Hal itu beliau lakukan walaupun dengan seorang Arab desa (Arab badui). Beliau tidak palingkan padangan wajahnya, hingga orang terlebih dahulu mengalihkan tatapnya. Beliau tidak menjulurkan kaki kala duduk-duduk bersama-sama. Demikian kata Anas bin Malik, sebagaimana diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata,

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: كانت الأمة من إماء أهل المدينة لتأخذ بيد رسول الله صلى الله عليه وسلم، فتنطلق به حيث شاءت.

“Ada seorang anak perempuan di Kota Madinah, ia menggapai tangan Rasulullah , lalu menggandengnya (menarik) kemana saja yang ia inginkan.” (HR. al-Bukhari 5724).
Pelajaran bagi kita, jangan sampai anak sendiri saja meraih tangan kita kemudian menarik-nariknya ke arah yang ia inginkan, namun kita malah memarahinya.


Raja Dunia Mengartikan Dunia
Suatu hari, Umar bin al-Khattab pernah menangis, iba melihat keadaannya. Umar menjumpai utusan Penguasa alam semesta itu bangun tidur dan anyaman tikar mengecap di tubuhnya. Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menangis, wahai Umar?”
“Bagaimana saya tidak menangis, Kisra dan Kaisar duduk di atas singgasana bertatakan emas,” sementara tikar ini telah menimbulkan bekas di tubuhmu, wahai Rasulullah. Padahal engkau adalah kekasih-Nya,” jawab Umar.
Rasulullah kemudian menghibur Umar, beliau bersabda: “Mereka adalah kaum yang kesenangannya telah disegerakan sekarang, dan tak lama akan sirna, tidakkah engkau rela mereka memiliki dunia sementara kita memiliki akhirat…?”
Kemudian beliau melanjutkan, “Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian di bawah terik panas. Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya”.

Ramah Terhadap Anak Kecil
Di Madinah, ada seorang anak kecil yang berkun-yah Abu Umair. Si Anak memiliki hewan peliharan seekor burung. Ia suka bermain dengan burung peliharaannya itu. Suatu hari, burung itu mati, dan Rasulullah  menyapa dan menghiburnya. Dari Anas bin Malik, ia berkata,
“Nabi  datang menemui Ummu Sulaim yang memiliki seorang putra yang diberi kun-yah Abu Umair. Rasulullah suka mencadainya. Suatu hari, beliau melihat Abu Umair bersedih. Lalu beliau bertanya,

فقال: “مَا لِي أَرَى أَبَا عُمَيْرٍ حَزِينًا؟!” فقالوا: مات نُغْرُه

“Mengapa kulihat Abu Umair bersedih?” Orang-orang menjawab, “Nughrun (burung kecil seperti burung pipit yang lekuk matanya berwarna merah)nya yang biasa bermain dengannya mati.”
Kemudian beliau menyapanya untuk menghibur si anak yang kehilangan mainannya ini,

أبَا عُمَيْرٍ، مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ؟

“Abu Umair, burung kecilmu sedang apa?” (HR. al-Bukhari 5850).
Tentu tidak terbayang di benak kita, Kaisar (raja-raja Romawi) dan Kisra melakukan hal serupa.
Mengerjakan Pekerjaan Rumah

عن عائشة أنها سُئلت ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعمل في بيته، قالت: “كَانَ يَخِيطُ ثَوْبَهُ، وَيَخْصِفُ نَعْلَهُ، وَيَعْمَلُ مَا يَعْمَلُ الرِّجَالُ فِي بُيُوتِهِمْ”.

Dari Aisyah, ia pernah ditanya apa yang dilakukan Rasulullah di rumah. Aisyah radhiallahu ‘anha menjawab, “Beliau menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sendalnya, dan mengerjakan segala apa yang (layaknya) para suami lakukan di dalam rumah.” (HR. Ahmad 23756).

Bergaul Dengan Penduduk Desa
Sebagian orang kadang malu jika ada orang desa yang polos, yang mungkin terlihat kuno, mau berteman dekat dengan mereka. Televisi-televisi kita menyugukan tayangan bagaimana anak-anak gaul, malu berteman dengan yang terlihat culun. Hal itu disaksikan anak-anak, sehingga mereka meniru. Tentu ini berbahaya jika tidak direspon oleh orang tua dengan pendidikan adab dan akhlak yang mulia. Ketika orang tua mampu menampilkan teladan dari Rasulullah , seorang tokoh berkedudukan tinggi di masyarakat, mau berteman dengan orang biasa, tentu hal itu akan menimbulkan kesan yang berbeda pada diri anak-anak.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنَّ رَجُلا مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ كَانَ اسْمُهُ زَاهِرًا , وَكَانَ يُهْدِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , هَدِيَّةً مِنَ الْبَادِيَةِ ، فَيُجَهِّزُهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , إِذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ زَاهِرًا بَادِيَتُنَا وَنَحْنُ حَاضِرُوهُ ” وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّهُ وَكَانَ رَجُلا دَمِيمًا , فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَوْمًا وَهُوَ يَبِيعُ مَتَاعَهُ وَاحْتَضَنَهُ مِنْ خَلْفِهِ وَهُوَ لا يُبْصِرُهُ ، فَقَالَ : مَنْ هَذَا ؟ أَرْسِلْنِي . فَالْتَفَتَ فَعَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ لا يَأْلُو مَا أَلْصَقَ ظَهْرَهُ بِصَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ عَرَفَهُ ، فَجَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَقُولُ : ” مَنْ يَشْتَرِي هَذَا الْعَبْدَ ” ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِذًا وَاللَّهِ تَجِدُنِي كَاسِدًا ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَكِنْ عِنْدَ اللَّهِ لَسْتَ بِكَاسِدٍ ” أَوْ قَالَ : ” أَنتَ عِنْدَ اللَّهِ غَالٍ ” .

Dari Anas bin Malik: ‘Bahwasanya ada seorang dari penduduk desa (Arab badui) yang bernama Zahir, dia selalu menghadiahkan berbagai hadiah dari desa untuk Nabi . Jika Nabi hendak keluar, beliau menyiapkan perbekalannya. Lalu bersabda: ‘Sesungguhnya Zahir adalah desa kami (maksudnya beliau bisa belajar darinya sebagaimana orang Badui mengambil manfaat dari padang Sahara) dan kami adalah kotanya (yang membuka pintu Madinah lebar-lebar untuk kehadirannya, ini adalah salah satu bukti pergaulan yang baik).
Nabi mencintainya, dia adalah seorang yang jelek (tidak tampan) namun baik hatinya. Suatu hari Nabi mendatanginya sementara ia sedang menjual barangnya, lalu beliau mendekapnya dari belakang, sementara dia tidak bisa melihat beliau. Dia berseru: ‘Siapa ini? Lepaskan aku!’ Kemudian ia menengok ke belakang dan ia tahu bahwa itu adalah Nabi. Ketika dia tahu, dia tetap merapatkan punggungnya agar bersentuhan dengan dada Nabi . Lalu Nabi berseru, ‘Siapa yang mau membeli hamba sahaya ini?’ Zahir menjawab, ‘Wahai Rasulullah, kalau begitu demi Allah, engkau akan mendapatiku (terjual) sangat murah.’ Nabi  bersabda, ‘Akan tetapi, di sisi Allah engkau tidaklah murah.’ atau ‘Di sisi Allah engkau sangat mahal.’ (HR. Ahmad 12669).
Lihatlah bagaimana beliau bercanda dengan teman-teman beliau. Pertemanan beliau tidak didasari oleh tampilan fisik, materi kekayaan, namun beliau mendasari pertemanan berdasarkan ketaatan.

Penutup
Kita semua tahu, Nabi  adalah manusia paling mulia yang pernah ada dan selama-lamanya. Ada para raja, pemimpin negara dan pejabat negara, orang-orang kaya, tidak satu pun yang melebihi kedudukan beliau . Dan mereka tidak layak dibandingkan beliau . Tapi lihatlah, alangkah rendah hatinya beliau dalam pergaulannya. Dalam kehidupan sosialnya.
Dan kita berlindung kepada Allah, kita yang tidak memiliki jabatan dan kedudukan, untuk berbuat sombong dan meremehkan orang lain.
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad…

Minggu, 22 Juli 2018

MATAHARI YANG TERTUNDA TERBENAMNYA


MATAHARI YANG TERTUNDA TERBENAMNYA

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suatu ketika, seorang Nabi (Yusya bin Nun Alaihi Salam) berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya, ‘Janganlah ikut serta dalam peperanganku ini seseorang lelaki yang baru saja menikah dan ia hendak berhubungan dengan istrinya itu, jangan pula ikut serta dalam peperangan ini seorang yang tengah membangun rumah dan belum mengangkat atapnya, jangan pula seseorang yang membeli kambing atau onta yang sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anak-anak ternaknya itu’.”

“Lantas sang Nabi berangkat perang. Ketika ia telah dekat dengan sebuah desa pada waktu shalat ashar atau sudah dekat dengan itu, ia berkata kepada matahari, ‘Sesungguhnya engkau diperintahkan dan saya pun juga diperintahkan. Ya Allah! Tahanlah jalan matahari itu di atas kami.’ Kemudian matahari itu tertahan (tertunda dari waktu terbenamnya) sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemenangan kepada sang Nabi.

Kemudian ia mengumpulkan banyak harta rampasan. Kemudian datanglah api untuk membakar harta rampasan tadi, tetapi api tersebut enggan membakarnya. Sang Nabi berkata, ‘Sesungguhnya di antara kalian semua itu ada yang mencuri harta rampasan. Oleh karena itu, hendaklah dari setiap kabilah ada satu orang yang berbaiat padaku.

Lalu ada seorang lelaki yang tangannya melekat dengan tangan Nabi tersebut. Lalu sang Nabi berkata, lagi, ‘Sesungguhnya di kalangan kabilahmu ada yang mencuri harta rampasan. Oleh sebab itu, hendaklah setiap orang dari kabilahmu berbaiat kepadaku.’ Selanjutnya ada dua atau tiga orang yang tangannya lekat dengan tangan sang Nabi, lalu beliau berkata pula, ‘Di kalangan kabilahmu ada yang mencuri harta rampasan.’ Mereka lalu menyerahkan sebongkah emas sebesar kepala lembu, lalu mereka meletakkan benda tersebut, kemudian datanglah api yang langsung melalapnya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan harta rampasan tersebut untuk kita. Dia mengetahui betapa lemahnya diri kita. Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkannya untuk kita.” (Muttafaq alaih).

Catatan: Harta rampasan perang tidak halal bagi umat-umat sebelumnya.

Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

AWAL MULA KENABIAN NABI MUHAMMAD SAW


AWAL MULA KENABIAN NABI MUHAMMAD SAW

Awal Mula Diturunkannya Wahyu

Al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahih mereka mencantumkan sebuah kisah agung yang sarat dengan pelajaran dan ibrah, bersumber dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, dia bercerita bahwa:

Awal mula diturunkannya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan diperlihatkannya kepada beliau mimpi yang baik. Dan tidaklah beliau bermimpi melainkan mimpi itu seperti terangnya waktu subuh. Lalu timbul kesenangan untuk berkhalwah (menyepi), maka beliau pun menyendiri di Gua Hira.

Beliau beribadah beberapa malam di sana sebelum kembali kepada keluarganya dan meminta bekal secukupnya, setelah itu beliau pun kembali kepada Khadijah radhiallahu ‘anha, dan berbekal kembali secukupnya sampai datang al-haq kepadanya ketika beliau berada di Gua Hira.

Maka datanglah seorang malaikat seraya mengatakan, “Bacalah!” beliau menjawab, “Saya tidak dapat membaca.” Lalu dia (malaikat) menarikku dan mendekapku dengan erat hingga aku merasa kepayahan, lalu ia melepasku. Kembali ia mengatakan, “Bacalah!” beliau menjawab, “Saya tidak dapat membaca.” Lalu dia (malaikat) menarikku untuk kedua kalinya dan mendekapku dengan erat hingga aku merasa kepayahan lalu ia melepaskanku. Dia tetap memerintahkan, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Saya tidak bisa membaca.” Lalu dia (malaikat) menarikku untuk ketiga kalinya dan mendekapku dengan erat hingga aku merasa kepayahan, lalu melepaskanku kemudian mengatakan, 

“Bacalah dengan (menyebut) Nama Robbmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Robbmulah yang Maha pemurah.”

Kemudian beliau pulang dalam keadaan hatinya gemetar ketakutan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Khadijah binti Huwailid seraya berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Maka beliau pun diselimuti hingga hilang dari diri beliau rasa takut tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bercerita kepada Khadijah tentang kejadian yang dialaminya, beliau mengadukan: “Sungguh aku mengkhawatirkan diriku,” jawab khodijah menenangkan: “Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, janganlah engkau merasa khawatir, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah akan merendahkanmu selamanya, sesungguhnya engkau adalah seorang yang menyambung tali silaturahmi, engkau telah memikul beban orang lain, engkau suka membantu seorang yang kesulitan, engkau menjamu para tamu, dan selalu membela kebenaran.”

Lalu ia mengajak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdil Uzza anak paman Khadijah, dan beliau adalah seorang Nashrani pada masa jahiliyyah. Waroqoh pandai menulis kitab dengan bahasa Ibrani, maka Ia pun menulis Injil dengan bahasa Ibrani sesuai dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Waroqoh adalah seorang yang telah lanjut usia lagi buta, maka Khadijah berkata kepada beliau: “Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh anak saudaramu (keponakan) ini,” lalu Ia mengatakan: “Wahai keponakanku, kejadian apa yang telah engkau lihat? Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan semua peristiwa yang beliau alami? Mendengar penuturan itu lantas Waroqoh mengatakan: sesungguhnya dia adalah Namus yang dahulu juga telah mendatangi Musa. Aduhai seandainya di saat-saat itu aku masih muda, dan seandainya kelak aku masih hidup tatkala engkau diusir oleh kaummu.” Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Apakah mereka akan mengusirku..?!!” Ia menjawab, “Benar, tidaklah datang seorang pun yang membawa ajaran seperti apa yang engkau bawa melainkan ia akan diusir, dan seandainya aku menjumpai hari itu, aku akan menolongmu dengan sekuat tenaga.” Tidak berselang lama Waroqoh pun meninggal dunia, dan wahyu tengah terputus.

Takhrij
Dalam timbangan para pakar hadis, hadis ini termasuk hadis mursal, karena Aisyah radhiallahu ‘anha tidak atau belum mendapati masa-masa tersebut. Namun demikian telah mapan dalam kaidah ilmu hadis bahwa mursal sahabat hadisnya adalah sah dan dapat diterima. Karena tidaklah mungkin Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan hal tersebut kecuali beliau mendengarnya langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau beliau mendengar dari para sahabat yang lain. Para ulama sepakat bahwa semua para sahabat adalah udul (adil). Dengan ini maka kisah tersebut adalah sebuah kisah shahih yang telah terjadi pada diri panutan kita penutup para nabi dan rasul yaitu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.

Pelajaran Kisah

Sebelum diturunkannya wahyu kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka terlebih dahulu diperlihatkan kepada beliau mimpi yang benar. Dalam riwayat lain, mimpi baik yang demikian untuk meneguhkan jiwa beliau sebelum datang wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.

Al-Qodhi berkata, “Sebelum diturunkannya wahyu, maka dimulailah dengan adanya mimpi-mimpi yang baik. Yang demikian agar nantinya beliau tidak merasa kaget tatkala didatangi malaikat dan agar cahaya kenabian tidak datang secara spontan, hingga jiwa manusia merasa berat dan akan tergoncang. Maka dimulailah dengan salah satu perangai dan karomah kenabian berupa kebenaran dalam hal mimpi. Dan juga sebagaimana telah datang keterangan dalam hadis-hadis yang lain seperti beliau melihat cahaya terang, mendengar suara dan salamnya batu, pohon serta yang selainnya dari tanda-tanda kenabian. (Syarh Shahih Muslim, 1:349)

Kemudian setelah itu timbul rasa kesenangan untuk berkholwah (menyepi), dan kholwah adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang sholih dan hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa ingat kepada-Nya.

Abu Sulaiman al-Khottobi radhiallahu ‘anha berkata, “Timbul kesenangan untuk berkholwah pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena dengan hal tersebut akan timbul ketenangan hati, memudahkan dalam berfirkir, dan hal itu pula berarti meninggalkan kebiasaan buruk kebanyakan manusia, serta akan menjadikan hati menjadi Khusyu.” (Syarh Shahih Muslim, 1:349)

Maka beliau pun berkholwah di sebuah gua yang dikenal dengan Gua Hira. Gua Hira adalah sebauh gua di suatu bukit yang terletak kurang lebih 3 mil dari Mekah.

Setelah beliau berkholwah dan beribadah di Gua Hira selama beberapa hari, datanglah Jibril membawa wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala seraya mengatakan “Bacalah!”. Namun beliau adalah seorang yang ummi yang tidak bisa baca dan tulis. Oleh karena itu, beliau menjawab “Saya tidak dapat membaca.” Kemudian Jibril mendekapnya dengan erat dan memerintahkan agar beliau membaca kembali.

Hikmah dari dekapan Jibril sebagaimana dijelaskan para ulama adalah untuk memusatkan perhatian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agar beliau berkonsentrasi dengan menghadirkan hati sepenuhnya terhadap apa yang akan dibacakan kepadanya. Jibril mengulanginya tiga kali, hal itu menunjukkan kesungguhan dalam menggugah perhatiannya. Dari sini selayaknya bagi seorang mu’aliim (pengajar) sebelum ia mengajarkan ilmu, hendaklah benar-benar mengkondisikan para muridnya untuk memperhatikan pelajaran dan menghadirkan hati dengan sepenuhnya. Wallahu a’lam.

Setelah beliau mendapatkan pengajaran dari Jibril, beliau pulang dalam keadaan gemetar ketakutan dan meminta kepada sang pendamping setianya untuk menyelimuti hingga hilang rasa takutnya tersebut.

Al-Qodhi berkata, “Gemetar dan ketakutannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berarti beliau ragu terhadap apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepadanya, akan tetapi karena beliau khawatir tidak kuasa mengemban perkara tersebut dan tidak mampu membawa amanat wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut sehingga bergetar jiwanya.” (Syarah Shahih Muslim, 1:350)

Kemudian Khadijah membawanya menemui anak pamannya yaitu Waroqoh bin Naufal bin Asad dan menceritakan peristiwa yang telah terjadi pada diri suaminya. Waroqoh pun menanggapi bahwa dia adalah Namus yang juga telah datang kepada Musa ‘alaihissalam.

Kata Namus artinya pembawa rahasia kebaikan sedangkan Jasus artinya pembawa rahasia kejelekan. Adapun yang dimaksud oleh beliau adalah Jibril sang pembawa wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Harawi berkata, “Beliau (Jibril) dinamakan dengan demikian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengkhususkannya sebagai pembawa wahyu dan perkara ghaib.” (Syarh Shahih Muslim, 1:350)

Kemudian Waroqoh memberi semangat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap tegar di atas jalan yang telah dilalui oleh nabi Musa dan para nabi yang lainnya. Dia mengatakan: “Seandainya pada hari tatkala engkau telah diutus menjadi seorang rasul dan tatkala kaummu mengusirmu sedangkan aku masih gagah dan berusia muda, atau sekurang-kurangnya apabila aku masih hidup, maka aku akan menolongmu mati-matian.”
Namun takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala menentukan lain, Waroqoh meninggal dunia setelah waktu berlalu dan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala tengah berhenti. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati kita semua dan juga Waroqoh bin Naufal bin Asad. Wallahul Muwaffiq.

Mutiara Kisah

Beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kisah di atas adalah:
Selayaknya bagi seorang pengajar untuk menggugah perhatian para murid dan memerintahkan untuk menghadirkan hati dan tidak lalai dari ilmu yang disampaikan. Seperti yang dilakukan Jibril kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mendekap dan mengulang-ulang perintahnya untuk membaca.

Kisah ini sangat jelas menunjukkan bahwa ayat yang pertama kali diturunkan adalah ayat-ayat di awal surat al-Alaq sebagaimana telah disepakati oleh para ulama salaf dan khalaf dan tidak sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang yang mengatakan bahwa yang pertama diturunkan adalah surat al-Mudatstsir.

Dalam kisah di atas nampak beberapa akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masa-masa sebelum beliau diangkat menjadi nabi seperti menyambung tali silaturahmi, memikul beban orang lain yang kepayahan, membantu orang yang kesulitan, menjamu tamu, dan lain sebagainya dari akhlak-akhlak terpuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kebaikan akhlak seseorang merupakan sebab terjaganya diri dari perkara-perkara jelek yang akan menimpanya. Sebagaimana hiburan yang disampaikan Khadijah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau mengkhawatirkan dirinya.

Dibolehkan memuji seseorang langsung di hadapannya bila yang demikian mengandung maslahat. Seperti yang dilakukan Khadijah tatkala ia menyebutkan kebaikan-kebaikan yang selama ini dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka untuk meneguhkan hati beliau yang tengah dirundung ketakutan.

Kisah di atas menunjukkan kesempurnaan dan kecerdikan Khadijah, kemapanan jiwa, ketegunan hati, dan mengetahui kondisi dan keadaan, sehingga beliau menjadi pendamping hidup yang selalu memberikan dorongan di kala sang suami membutuhkannya. Maka perhatikanlah dengan baik wahai para istri, dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa meneguhkan kita semua di atas jalan yang haq.

Merupakan adab, apabila seorang yang lebih muda memanggil orang yang lebih tua maka dengan panggilan “Ya Ammi” (wahai paman), untuk menghormati dan memuliakannya. Sebagaimana hal itu adalah kebiasaan baik yang dilakukan oleh masyarakat Arab bahkan sebelum datang cahaya Islam menerangi dunia ini.

Kebenaran tetap harus dipegang sekalipun kebanyakan manusia meninggalkannya. Oleh karenanya, kita jangan terperdaya dengan banyaknya manusia yang tersesat dan jangan berkecil hati dengan sedikitnya pengikut kebenaran. Di awal mula diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi, banyak manusia yang mengingkarinya bahkan mengusir beliau. Namun, kebenaran tersebut suatu saat akan nampak dan manusia akan mengakui kebenaran tersebut. Wallahu a’lam.

Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 10 Tahun Ke-9 1431 H/2010 M

AKU ADALAH TUHAN ! TAPI TUHAN BUKANLAH AKU!

Siapakah Aku? Diriku Adalah Dirimu Tapi Aku Bukanlah Engkau! Yaa Tuhan… alangkah menakjubkan ketika aku hidup, aku tidak tahu dim...